Kamis, 24 April 2014

Parenting: Membangun Kelekatan Ayah-Anak

Anak-anak kita membutuhkan kedekatan dan kelekatan tidak hanya kepada Ibunya saja, tetapi juga kepada Ayahnya. Seorang Ayah, bukan hanya penjemput rizqi keluarga. Sebagaimana seorang pemimpin yang akan ditanya mengenai kepemimpinannya, maka Ayah akan ditanya tentang keluarganya di akhirat nanti. Bagaimana Ayah akan menjawab pertanyaan ALLAH nanti jika dia tidak terlibat dalam pengasuhan anaknya?

Anak laki-laki yang dekat dengan Ayahnya pasti bisa seru-seruan bareng, ya. Sedang anak perempuan yang dekat dengan ayahnya akan tumbuh rasa aman (secure) di dalam dirinya. Banyak saya temui remaja perempuan yang berpacaran dan saya tanya apa alasan mereka berpacaran, hampir semua beralasan agar mendapat kasih sayang dari sosok laki-laki. Kasih sayang yang tidak mereka dapatkan dari Ayah mereka.

Jika ada yang bertanya kepada saya, "Anak Ibu dekat nggak sama Ayahnya?"
Hari ini, saya dengan bahagia mengatakan bahwa antara anak saya dengan Abinya sudah terjalin bonding atau kelekatan yang kuat. Bila 3-5 tahun yang lalu pertanyaan yang sama ditanyakan kepada saya, maka saya pasti ragu menjawabnya. Mengapa? Karena memang kelekatan antara anak saya dan Abinya tidak terbentuk sejak awal kelahirannya.

Barangkali ada yang terkejut jika mengetahui kenyataan bahwa saat anak saya bayi, Abinya hanya hitungan jari menggendongnya. Ya, hitungan jari. Bahkan mungkin tak sampai semua jari tangan. Ketika itu alasannya karena takut pakaiannya terkena najis. Alasan yang berlebihan buat saya. Mungkin bagi yang lain juga iya, kan? Masa sih hanya karena takut najis sampai tega tidak menggendong anak sendiri? Tapi itulah kenyataannya. Dampaknya tentu saja sudah terbayangkan, saat toddler Zahro tidak dekat bahkan cenderung takut kepada Abinya.

Saking risaunya, saya ingat sekali suatu kali saya sampai mengatakan kepada suami saya, "Umi tidak bertanggungjawab jika anak Abi tidak dekat dan tidak sayang kepada Abinya."

Ada satu alasan yang amat sering diulang-ulang suami saya, "Aku tidak tahu bagaimana seharusnya dan sebaiknya bersikap kepada anak, karena waktu kecil aku tidak mendapat kasih sayang dan perhatian dari Papa."

Pernyataan suami saya membuat saya mafhum. Ah ya, suami saya tidak punya contoh bagaimana seorang ayah terlibat dalam pengasuhan anak. Memang, Papa mertua saya selalu bertugas di luar kota. Sampai saya menikah dengan suami pun masih seperti itu.

Saya yakin, selain suami saya ada banyak sosok Ayah yang pada masa kecilnya mempunyai ruang kosong dari peran dan kasih ayah mereka. Tapi beberapa orang yang saya kenal ada yang mengambil pelajaran dari kekosongan itu dengan tidak melakukan hal yang sama kepada anak mereka. Mereka menjadi ayah yang sangat peduli, sangat dekat dan terlibat dalam pengasuhan dan pendidikan anak-anak mereka.

Tentu saja sayapun ingin suami saya juga  menjadi bagian dari Ayah yang seperti itu. Saya tidak mau alasan suami saya menjadi pembenaran bahwa dia berhak untuk tidak dekat dengan anaknya.  Karena dia tidak merasakan kasih sayang Papa saat dia kecil, maka anaknya boleh tidak merasakan kasih sayang. Hello, anaknya punya hak untuk mendapat kasih sayangnya.

So, what should I do? Saya tidak boleh dong hanya menyalahkan doang lalu tinggal diam. Mau sampai kapan kalau cuma menunggu?

Maka saya pun memulai ikhtiyar saya, sebagai seorang istri, sebagai seorang Ibu. Sebuah misi membangunkan kelekatan antara Zahro dan Abinya. Apa yang saya lakukan? Bermula dari hal-hal sederhana saja. Ketika Zahro meminta saya membantunya melakukan sesuatu, misalnya membuka bungkusan makanan, maka saya minta dia agar meminta bantuan kepada Abinya. Ketika Abinya pamit membeli sesuatu ke swalayan dekat rumah, maka saya katakan kepada Zahro, "Sana minta ikut sama Abi." Akhirnya setiap Abinya akan pergi ke tempat yang tidak jauh dan tidak lama Zahro selalu minta ikut. Minta ditemani naik sepeda, minta diantarkan berenang ke homestay dekat rumah, makan sepiring berdua, berangkat dari hal-hal kecil dan sederhana itulah mereka menjalin kelekatan. Dan. . . hari ini saya bisa melihat cinta dan kasih sayang telah tumbuh di antara mereka berdua. Sampai sekarang, saya selalu memberi kesempatan kepada mereka berdua untuk punya father-daughter moment.

Jadi, ketika seorang Ibu melihat ada fatherless di dalam keluarga, barangkali kita bisa mengulurkan tangan untuk membantu melekatkan anak-anak kita dengan Ayah mereka dengan memberi mereka kesempatan untuk mempunyai momen ayah-anak. InsyaALLAH kebersamaaan yang berulang, momen-momen sederhana namun berharga itu akan menumbuhkan cinta di antara mereka. Wallahua'am.

Momen-momen indah ayah-anak yang sempat terekam:

Makan yoghurt berdua ^^

Makan nasi sepiring berdua ^^

Pompa ban sepeda berdua ^^





























24042014
~eMJe~

4 komentar:

  1. mengharukan hatiku mbak.... membuatku menerwang jauh ke awan biru.... makasih, makasih atas "sesuatu" yang kau tinggalkan di hati dan benakku melalui tulisan ini...

    BalasHapus
  2. Mbaaak... komentar Mbak Titin membuat mataku berkaca-kaca, hatiku haru. Makasih banyak ya Mbak...

    BalasHapus
  3. sama-sama Mbak Miftahul Jannah.... Teruslah berbagi seperti ini, ya. Inshaa Allah akan banyak manfaatnya bagi banyak keluarga.

    BalasHapus
  4. Aamiin... aamiin... insyaALLAH Mbak. :-)

    BalasHapus