Minggu, 25 Januari 2015

Pengasuhan, Ibarat Menjaga Permata Titipan

Apabila seseorang yang begitu mulia dan sangat Anda hormati datang kepada Anda lalu berkata, "Kutitipkan padamu permata. Tolong kau jaga baik-baik. Suatu hari nanti akan kuambil kembali permata ini." Kira-kira, apakah Anda akan sungguh-sungguh menjaga permata titipan itu? Tentu saja, bukan? Sudahlah itu permata, yang menitipkan seseorang yang mulia dan sangat Anda hormati lagi. Mana mungkin Anda sembarangan dan seenak hati memperlakukan permata itu. Saya yakin Anda pasti akan menyimpannya di tempat yang istimewa dan memperlakukannya secara istimewa pula. Membalutnya dengan kain yang lembut, menempatkannya di tempat yang indah.

Sebenarnya, yang saya ibaratkan dengan permata tadi adalah anak-anak kita. Kita semua mengakui bukan bahwa anak-anak kita merupakan titipan ALLAH Ta'ala? Mereka bukan milik kita, melainkan milik ALLAH Ta'ala. Dialah ALLAH Ta'ala, Raja segala Raja, Pencipta segala sesuatu. Tidak ada satu tetes air pun turun ke bumi tanpa ijin-Nya. Tidak ada satu helai daun pun yang gugur tanpa pengetahuan-Nya. Dialah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemelihara, Maha Segalanya. ALLAH, dengan segala kebaikannya telah menitipkan penyejuk mata, penghangat qalbu, ke rumah-rumah kita. Suatu hari nanti, DIA akan bertanya bagaimana kita memperlakukan apa yang DIA titipkan kepada kita.

Semoga ALLAH beri kita kemampuan untuk menjaga dan merawat amanah dari-Nya. Jangan sampai pada saatnya nanti kita dituntut oleh anak-anak kita, karena mereka merasa tidak kita perlakukan dengan layak, sebagaimana harusnya sebuah permata diperlakukan dengan baik.
Wallahua'alam. . .


Djogdja, 25 Januari 2015
~eMJe~

The Second Step of Our Home Education

Finally, tahun ini puteri kami akan bersua dengan usianya yang ke-7. Usia umum anak-anak di negeri kita memasuki gerbang baru jenjang pendidikan mereka, yaitu sekolah dasar. Setahun lebih yang lalu, ketika keluarga kami memutuskan untuk menjadi bagian dari pelaku homeschooling di negeri ini, kami tidak tahu akan sampai kapan akan melakukannya.

Waktu bergulir, setahun berlalu, enam tahun usia anak kami telah lebih setengah. Dia sudah percaya diri menjawab, "Aku homeschooling" jika ada yang bertanya dia sekolah di mana. Tetapi, sehari-hari dia melihat anak-anak tetangga berkemeja putih dan rok merah berangkat sekolah, mencangklong tas di bahu mereka. Sering saya bertanya, "Kakak pengen sekolah?" yang selalu dia jawab dengan, "Kakak suka homeschooling, tapi pengen ada temannya." Memang banyak teman-teman saya yang ingin menitipkan anak-anak mereka untuk belajar bersama kami. Tetapi selalu saya tegaskan, homeschooling menuntut keterlibatan langsung dari orangtua.

Akhir November 2014, sebelum suami saya berangkat ke Korea Selatan, kami bermusyawarah. Kami tawarkan kembali kepada ananda apakah dia ingin melanjutkan homeschooling atau masuk ke sekolah formal. Ketika itu dia menjawab,  "Kalau homeschooling nggak ada temannya kakak mau sekolah aja." Akhirnya, kami sampai pada kesepakatan untuk menyekolahkan anak kami di sekolah formal tahun ajaran baru nanti.

Awal Januari 2015, saya ajak ananda untuk survey ke beberapa sekolah dasar. Ada dua sekolah yang dia minati. Pilihan akhirnya jatuh pada salah satu sekolah islam terpadu yang lokasinya tak terlalu jauh dari rumah kami. Di jeda waktu menunggu panggilan sekolah untuk observasi anak, saya mendapat undangan pertemuan dari Komunitas Homeschooling Muslim Nusantara (HSMN). Memang, sekalipun saya banyak masuk ke group-group homeschooling yang ada di facebook, tapi kami belum pernah sekalipun mengikuti aktivitas bersama karena seringkali tidak memungkinkan bagi kami mengikutinya (misal acara berupa camp).

Di pertemuan HSMN itu, alhamdulillah anak kami bertemu dengan seorang ananda shalihah yang seusia dia, Hazimah namanya. Saat itu juga mereka berteman. Tak menunda-nunda, saya dan ibunda Hazimah sepakat untuk bergerak bersama. Sejak itu, anak-anak kami bertemu tiga kali dalam sepekan, dua hari belajar apa saja (tahsin, bahasa, menggambar, mewarnai, menggunting, dll) dan satu hari belajar renang.

Dan. . . masya Allah dampaknya bagi ananda kami. Dia katakan kepada saya, "Mi, kakak mau homeschooling aja seterusnya." Pernyataan inilah sebenarnya yang saya tunggu-tunggu sejak lama. Tetapi masa depannya adalah miliknya, karena itu dia berhak menentukan di mana dan bagaimana dia ingin dididik. Kami sebagai orangtua hanya fasilitator saja.

Dan, inilah saya. Saya tetap menguji kesungguhannya. Saya tanya lagi, lagi, dan lagi tentang pilihannya, yang dengan tegas selalu dia jawab, "Kakak mau homeschooling aja." Saya katakan kepadanya, jika dia sudah memilih, maka dia harus bertanggungjawab pada pilihannya. Dia juga yang harus menyampaikan kepada eyang kakung dan eyang putrinya mengenai pilihan pendidikannya. Semuanya dia jawab dengan, "Iya."

Segera saya sampaikan keputusan ananda kepada suami, yang beliau sambut dengan hamdalah.

Bismillaah. . . semoga ALLAH mudahkan kami menjalaninya, the second step of our home education.

Djogdja, 25 Januari 2015
~eMJe~




Rabu, 14 Januari 2015

Orangtua yang baik adalah...

Apakah orangtua yang baik adalah yang sempurna pengasuhannya? Tidak pernah melakukan kesalahan dalam mengasuh anak-anak mereka? Kenyataannya, dari sekian banyak kelas pengasuhan yang saya ikuti, pembicaranya adalah mereka yang pernah melakukan kesalahan dalam pengasuhannya. Sejumlah orangtua menakjubkan yang saya kenal juga pernah melakukan kesalahan dalam praktik parenting mereka. Tetapi, mereka merefleksi diri dari kesalahan itu dan memperbaiki kualitas pengasuhan mereka. Itulah menurut saya yang membuat mereka menjadi orangtua yang baik.

Seorang sahabat saya mengaku begitu asyik dengan gadget padahal batitanya ada di sebelahnya. Dia melakukan kesalahan tidak hadir secara utuh saat menemani batitanya bermain. Suatu hari gadget itu terjatuh ke selokan, dan dia meyakini bahwa itu adalah cara Allah menegurnya untuk memperbaiki pengasuhannya. Sekarang, dia selalu hadir seutuhnya saat menemani batitanya bermain.

Salah seorang pakar parenting yang pernah saya ikuti kelasnya mengatakan bahwa mulanya dia adalah seseorang yang mudah marah kepada anak-anaknya. Akibatnya, anak-anaknya menjadi anak-anak yang juga mudah marah. Belajar dari kesalahan itu beliau memperbaiki diri dan kualitas pengasuhannya. Itulah yang menjadi modal beliau berbagi dan akhirnya menjadi pakar pengasuhan.

Artinya, siapapun mungkin, boleh, bahkan pasti pernah melakukan kesalahan dalam praktik pengasuhan. Yang menjadikan kita orangtua yang baik atau tidak adalah apakah kita bersedia berubah dan memperbaiki diri setelah mengetahui kesalahan pengasuhan yang kita lakukan. 

Yuk, terus evaluasi kualitas pengasuhan kita. Observasi diri sendiri dan baca perilaku anak. Sebab, apapun praktik pengasuhan yang kita lakukan, hasilnya dapat kita baca dari perilaku anak. Semoga Allah beri kita taufik untuk senantiasa belajar menjadi orangtua yang baik. Aamiin. . .




Djogdja, 13 Januari 2015
~eMJe~


Selasa, 06 Januari 2015

Idealis Penyelaras

Ada apa denganku? Hehehe. . . Entahlah. Mungkin kebanyakan mikir yang nggak penting. Maklum, punya hobi observasi diri sendiri. Aku, ngerasa bahwa aku sekarang bukan aku dengan karakaterku yang dulu. Ada yang berubah dariku, bahkan aku sendiri merasakannya. Proses berpikirku, caraku menilai sesuatu, reaksiku terhadap sesuatu, tak sama lagi. Dan hari ini aku makin makin makin memikirkan perubahan itu. Jadilah aku duduk di sini, meja kerja yang sudah sebulan kutinggal liburan. Hei, kemarin aku memberi pemandangan baru untuknya, wall stiker berbunga pink berteman menara pisa dan eiffel dan bertuliskan Bonjour Paris. Yeah, moga-moga makin nambah inspirasi menulis, hahaha. . . Eh, ada couples juga di wall stiker itu. Hwaa. . . jadi rindu suamiku.

Jadi. . . aku duduk di sini, menyalakan notebook merahku, lalu ingat bahwa aku harus beli snack buat kopdar Paberland di rumah siang nanti. Ditinggal lagi deh si meja. Balik-balik, kubukalah mbah gugel, kuketik kata kunci yang melintasi di pikiranku: menghindari konflik, lebih menyukai kerja individu. Yah, dua hal yang paling kurasakan saat ini. Hasil searchingku mengantarku ke tes kepribadian MBTI. Kubaca cepat, menelaah diri, dan mencapai hasil yang menurutku paling sesuai dengan keadaanku saat ini. Inilah personality-ku saat ini, and 100% I agree with the analysis, hahaha. . . Syukurlah ngga ada yang salah dengan gado-gado pemikiran dan perasaanku, karena memang itulah tipe kepribadianku. Ngga ada yang salah juga dengan hobiku mengobservasi/membaca karakter orang lain, karena memang itulah ciri kepribadianku. Ngga ada yang salah dengan kebiasaanku mencurahkan pemikiran dan perasaanku hanya pada sedikit orang yang kupercaya. Benar banget bahwa aku sangat terluka jika ditolak atau dikritik. Tepat sekali aku lebih menyukai hubungan yang harmonis dan tidak senang konflik. And yes, aku berani mengerahkan seluruh tekad dan cenderung keras kepala untuk mencapai target yang penting buatku. Dan yang lainnya. . . dan yang lainnya... indeed, that's I am. :D :D :D


INFJ : Introvert, Intuitif, Perasa, Penilai
Tipe Idealis Penyelaras dikenali dari kepribadiannya yang kompleks dan memiliki begitu banyak pemikiran dan perasaan. Mereka orang-orang yang pada dasarnya bersifat hangat dan penuh pengertian. Tipe Idealis Penyelaras berharap banyak pada diri mereka sendiri dan orang lain. Mereka memiliki pemahaman yang kuat tentang sifat-sifat manusia dan seringnya menilai karakter dengan sangat baik. Namun mereka lebih sering menyimpan perasaan dan hanya mencurahkan pemikiran serta perasaan mereka kepada sedikit orang yang mereka percaya. Mereka sangat terluka jika ditolak atau dikritik. Tipe Idealis Penyelaras menganggap konflik sebagai situasi yang tidak menyenangkan dan lebih menyukai hubungan harmonis. Namun demikian, jika pencapaian sebuah target tertentu sangat penting bagi mereka, mereka dapat dengan berani mengerahkan seluruh tekad mereka hingga cenderung keras kepala.

Tipe Idealis Penyelaras memiliki fantasi yang hidup, intuisi yang nyaris seperti mampu membaca masa depan, dan seringkali sangat kreatif. Begitu berkutat dengan sebuah proyek, mereka melakukan segala daya upaya untuk mencapai tujuan-tujuan mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka sering membuktikan diri sebagai pemecah masalah ulung. Mereka suka mendalami hingga ke akar permasalahan dan memiliki sifat ingin tahu alamiah serta haus akan pengetahuan. Pada saat bersamaan, mereka berorientasi praktis, terorganisir dengan baik, dan siap menangani situasi-situasi rumit dengan cara terstruktur dan pertimbangan matang. Ketika mereka berkonsentrasi pada sesuatu, mereka melakukannya dengan seratus persen – mereka sering begitu terbenam dalam sebuah pekerjaan sehingga melupakan hal lain di sekitar mereka. Itulah rahasia kesuksesan profesional mereka yang seringkali gilang gemilang.

Sebagai pasangan, tipe Idealis Penyelaras setia dan dapat diandalkan; hubungan permanen sangat penting bagi mereka. Mereka jarang jatuh cinta hingga mabuk kepayang dan juga tidak menyukai hubungan-hubungan asmara singkat. Kadang-kadang mereka sulit menunjukkan rasa sayang mereka dengan jelas sekalipun perasaan mereka dalam dan tulus. Dalam hal lingkaran pertemanan, semboyan mereka adalah: sedikit berarti lebih banyak! Sejauh menyangkut kenalan baru, mereka hanya dapat didekati hingga jarak tertentu; mereka lebih suka mencurahkan tenaga ke dalam pertemanan akrab yang jumlahnya sedikit. Tuntutan mereka kepada teman dan pasangan mereka sangat tinggi. Karena mereka tidak menyukai konflik, mereka akan diam sejenak sebelum menyuarakan masalah-masalah yang tidak memuaskan dan, ketika melakukannya, mereka berusaha sangat keras untuk tidak menyakiti siapa pun karenanya.




Ingin tahu hasil MBTI-mu? Silakan ke sini: https://penyala.wordpress.com/2012/04/21/test-kepribadian-mbti/