Masalahnya apa sih? Wekekeke...Pembukanya lebay banget, yah?
Sebagai IRT yang ngaku-ngaku pengen produktif, salah satu di antara beberapa hal yang saya kerjakan dari rumah adalah jualan online. Akhir-akhir ini saya lebih memilih jadi dropshipper daripada harus numpuk barang di rumah. Actually, alhamdulillah ngga banyak-banyak amat dinamika yang pahit pernah saya alami sejak jualan model kirim-mengirim barang. Paling customer yang nggak puas dengan kualitas produk trus minta tukar barang. Untuk perkara ini alhamdulillah produsen tempat saya jadi reseller juga welcome.
Baru Ramadhan kemarin ada dua kejadian yang mirip dan tidak sama saya alami. Dua kejadian itu berkaitan dengan proses pengiriman barang. Qodarullah pula keduanya melibatkan ekspedisi yang berbeda.
First case. Setiap Ramadhan perkara paket nyampe terlambat macamnya sudah biasa. Suatu hari saya mengirim dengan JNE Yes (Yakin Esok Sampai) karena paket yang saya kirim memang butuh segera sampai. 24 jam setelah saya kirim, ternyata paket belum sampai. 50 jam setelah saya kirim paket belum nyampe juga. Saya lantas mengambil screenshot setiap saat saya track paket itu. Jaga-jaga siapa tahu saya butuh claim garansi layanan JNE Yes. Setelah lewat 50 jam itu akhirnya saya telepon pihak JNE. Well, mereka profesional. Mereka katakan kiriman paket saya statusnya dinyatakan "gagal". Paket tetap akan diantarkan ke penerima dan saya berhak mengajukan klaim. Proses mengajukan klaim juga mudah. Saya diminta datang ke agen tempat saya mengirim barang dan mengisi beberapa form yang sudah disediakan pihak JNE. Sertakan resi pengiriman asli dan fotokopi KTP, beres deh. Klaim yang saya ajukan cair.
Untuk case pertama, mudah karena paket saya kirim sendiri. Untuk case kedua, lumayan ribet karena saya dropship. Kisahnya berawal dari dropship yang saya lakukan per tanggal 8 Juli 2014. Nominal transaksinya lumayan, almost setengah juta (pake juta biar kelihatan banyak, hahaha). Saya menjanjikan kepada customer bahwa paket akan nyampe sekitar 4 hari berdasar layanan ekspedisi yang digunakan. Tanggal 14 Juli 2014 customer saya mengabari bahwa paketnya belum dia terima. Okay, saya langsung calling supplier minta nomor resi. Setelah dapat dan saya cek, alhamdulillah paket sudah di kota tujuan. Well, saya langsung meneruskan informasi kepada customer. Esok harinya saya track lagi itu nomor. Alhamdulillah udah " SUCCESS" statusnya. Ada yang mengganjal sih di benak saya. Nama receiver bukan nama yang tertera di cover paket. Tapi saya sangka baik aja.
Ganjelan di hati saya mulai terbukti ketika tanggal 24 Juli 2014 customer saya menanyakan paketnya. Kenapa belum nyampe juga? Nah lo, lalu itu paket nyampenya ke mana dan yang nerima siapa? Saat itu juga saya langsung menghubungi supplier dan ekspedisi buat konfirmasi. Ajib jawaban dua-duanya. Supplier mengatakan bahwa kewajiban mereka selesai begitu paket mereka masukkan ekspedisi. Ekspedisi mengatakan bahwa kewajiban mereka sudah selesai karena paket sudah dikirim ke alamat yang sesuai. Waktu itu pengen ketawa sambil nangis rasanya.
Memang alamat tujuan paket itu adalah sebuah sekolah. Menjadi alasan supplier dan ekspedisi bahwa yang menerima belum tentu nama di cover paket. Buat saya, sekolah adalah tempat umum. Nggak hanya murid, guru dan perangkat sekolah yang bisa masuk, tapi juga tamu. Seharusnya kurir lebih hati-hati menyampaikan paketnya. Kasih ke satpam, kek. Atau paling tidak mintalah nomor hape si receiver. Parahnya lagi, customer saya tidak mengenal nama si receiver itu.
Sudah lengkaplah alasan untuk saya menanggung rugi. Akhirnya terpaksa (jujur aja ada rasa terpaksa) saya mengembalikan uang customer. Lalu saya mengirim surat elektronik ke customer service TIKI (ekspedisi yang digunakan waktu itu). Saya sampaikan kekecewaan saya kepada mereka. Dalam hati saya udah bulat tekad kalau mereka ngga kasih tanggapan positif, saya mau spread ini case ke surat pembaca media massa, blog dan media online lainnya.
Waktu itu cepat banget respon pihak TIKI. Mereka berjanji akan melakukan investigasi. Syukurlah, batin saya. But, that's it rupanya. Sampai hari ini saya tidak menerima hasil investigasinya. Seiring waktu sebenarnya saya mulai ikhlas, memilih introspeksi diri. Kesalahan barangkali ada di saya. Mungkin ada rizqi saya yang harus dibersihkan Allah dengan cara ini.
Sampai akhirnya tiga hari yang lalu customer saya kirim pesan whatsapp. Dia bilang ternyata paketnya diterima sesama rekan di sekolah itu. Langsung dimasukin laci dan lupa menyerahkannya. Dan memang, nama rekan kerja itu berbeda dengan nama yang tercatat di hasil track sebagai receiver. MasyaAllah... Laa hawla walaa quwwata illaa billaah. Nggak ada yang nggak mungkin bagi Allah jika Dia berkehendak. Nggak akan berpindah rizqi itu jika sudah Allah beri. Saya jadi makin cinta sama Allah. Makin yakin akan kasih sayang, janji dan keadilan-Nya. Makin sadar akan campur tangan-Nya. Alhamdulillah ya Allah... Jika kejadian waktu itu untuk membersihkan rizqi saya, semoga Allah bersihkan terus di dunia, agar ringan hisab saya di akhirat nanti.
Alhamdulillah waktu itu Allah jaga hati, lisan dan tangan saya dari menyebarkan kekecewaan saat saya masih diliputi emosi negatif. Makasih ya Allah untuk jawaban indah dari-Mu.
Semoga Allah jaga kita dan ahli keluarga kita dengan cara hanya memberi kita rizqi yang halal dan barokah. Aamiin...
Djogdja, 16082014
~eMJe~
Pengalamannya sangat menginspirasi Mbak... Aku kira jualan online itu gampang dan minim resiko..ternyata byk juga ya resiko merugi... Memang semua kesulitan dan kendala itu ada campur tangan Allah.. Alhamdulillah Mbak berhasil melewati kejadian nahas.. Mudah2an jualan online-nya tetap berjslan lancar dan sukses ya..
BalasHapusAlhamdulillah mbak. Ikutan gemesss bacanya. Suksess dan lancar yaah bisnisnya. Ridha di Balikpapan. ^^
BalasHapusIkut tahan nafas bacanya
BalasHapusDeg-degan bacanya, Mbak. Saya juga pernah mengalami. Bedanya, pihak ekspedisi mau melacak barang itu, diminta kembali, lalu diberikan langsung kepada orang yang order. Ikutan lega baca endingnya :D
BalasHapus