Kamis, 08 Mei 2014

Serba-serbi Homeschooling: Catatan Webinar Homeschooling Usia Sekolah Sesi #1

Saya masih ingat peristiwa selepas sholat Subuh enam bulan yang lalu. Ketika saya menanyakan hal yang amat penting kepada puteri saya Zahro (5 tahun). Hari itu saya meminta pendapatnya tentang sebuah keputusan besar. 
"Kak, gimana kalau kakak sekolah di rumah aja?" Seperti itulah kalimat saya waktu itu.
Lantas Zahro bertanya, "Gurunya siapa?"
"Gurunya Umi," jawab saya.
"Mau," jawabnya.
Ya, hari itu kami memulai sebuah proses pendidikan baru. Bersekolah di rumah.

Sebenarnya jauh sebelum itu, saya sudah membaca beberapa buku tentang homeschooling. Saya juga sudah bertemu dan mendengar kisah keluarga-keluarga yang menjadi praktisi homeschooling. Bahkan, saya pun sudah beromitmen bahwa suatu hari nanti kami akan menjadi praktisi homeschooling juga. Tetapi saya selalu beralasan, "Anak saya masih satu. Kalau homeschooling sendirian kan sepi?" Saya berharap bahwa Zahro tidak akan HS sendiri, melainkan dengan adiknya. Tetapi adik yang ditunggu tak kunjung datang sampai Zahro berusia 5 tahun. Do'akan ya biar Zahro ALLAH kasih adik. Aamiin :-)

Lalu apakah saya harus terus menunggu? Apakah hanya dengan Zahro sendiri maka homeschooling kami akan benar-benar hambar? Saya belum mencobanya, kan? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akhirnya menguatkan saya untuk memulai keputusan besar kami.

Kami benar-benar learning by doing dalam menjalani homeschooling kami. Awalnya kami melakukan hal-hal yang acak saja. Menanam sayuran, membuat craft, jalan-jalan melihat tanaman di pinggir-pinggir jalan dekat rumah, mewarnai, tracing, mengerjakan worksheets math, belajar membaca, bercerita. Banyak juga, ya? Hahaha. . .



Well, semakin ke sini alhamdulillaah saya mulai menemukan beberapa komunitas homeschooling di dunia maya, khususnya facebook. Saya pun bergabung ke beberapa group komunitas tersebut. Ternyata fasilitas internet sangat banyak membantu dalam memenuhi sumber belajar dan informasi tentang homeschooling. Alhamdulillaah, ada manfaatnya juga saya langganan internet, kekeke.

Suatu hari saya jalan-jalan ke website rumahinspirasi. Betapa bahagianya saya ketika di situ saya menemukan informasi tentang webinar homeschooling usia sekolah. Sebenarnya rada menyesal sih karena ternyata sebelumnya sudah diadakan webinar HS usia dini. Tapi tak apalah. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, hehehe. . . Akhirnya saya pun mendaftar menjadi peserta webinar tersebut.



Dan kemarin malam (07 Mei 2014) webinar sesi #1 telah saya ikuti dengan sangat memuaskan. Begitu banyak pencerahan-pencerahan yang saya peroleh dari penjelasan Mas Aar dan Mbak Lala kemarin malam. Rasa-rasanya, tak pantas ilmu yang saya peroleh kemarin saya simpan sendiri, ya. Karena itu, saya ingin berbagi ilmu yang luar biasa bermanfaat itu di sini.

1. Apa itu homeschooling?
Kemarin malam Mas Aar mengawali sesi dengan menjelaskan terlebih dahulu tentang pengertian homeschooling. Jadi, homeschooling merupakan sebuah model pendidikan alternatif. Secara prinsipil, homeschooling adalah konsep pendidikan pilihan yang diselenggarakan di rumah, oleh orang tua. Ada banyak alasan sehingga sebuah keluarga memilih untuk menjadi praktisi HS. Alasan-alasan itu tentunya merupakan cerminan karakteristik dan kebutuhan keluarga tersebut. Ada keluarga yang saya ketahui memilih HS karena mempunyai anak dengan special needs yang kurang terfasilitasi di sekolah umum. Beberapa teman saya memilih HS karena ingin anak-anak mereka lebih fokus menghafal Al-Qur'an. Kalau Mbak Lala dan Mas Aar konsep HSnya mengutamakan kepada pengembangan skills. Nah, kami sendiri sebenarnya memilih HS karena ada beberapa idealisme kami tentang sebuah pendidikan yang kami pandang belum mampu dicover oleh sekolah pada umumnya. 

Oya, karena sejatinya homeschooling diselenggarakan di rumah dengan orang tua sebagai pendidiknya, maka orang tua yang keduanya bekerja dan memiliki anak yang masih kecil tidak disarankan untuk menyelenggarakan homeschooling.

2. Filosofi sekolah VS Homeschooling

Kemarin Mas Aar menyampaikan sebuah filosofi indah yang membedakan homeschooling dengan sekolah pada umumnya. Di dalam filosofi sekolah dikenal istilah "tabula rasa", seorang anak diibaratkan sebagai kertas kosong. Sekolah atau gurulah yang memamahkan ilmu kepada anak. Tetapi dalam filosofi homeschooling, seorang anak dipandang sebagai individu. Dia memiliki potensi, pendapat, dan sudut pandang. Dia bukanlah makhluk yang pasif. Kata Mas Aar lagi, ternyata makna kata education adalah "mengeluarkan". Karena itu, fungsi utama pendidikan adalah untuk mengeluarkan potensi-potensi yang memang sudah ada dalam diri anak, bukan untuk memamahkan ilmu kepada anak.

Ah ya, penjelasan Mas Aar sungguh menguatkan kefahaman saya selama ini. ALLAH Ta'ala menciptakan anak-anak kita bukan sebagai kertas kosong. Tetapi ALLAH Ta'ala menciptakan anak kita, menitipkannya kepada kita, juga dengan menyertakan potensi-potensi kebaikan pada diri anak-anak kita. Tinggal bagaiman kita sebagai orang tua mendampingi, menemani, dan memfasilitasi agar potensi-potensi kebaikan itu tumbuh dan berkembang seiring pertumbuhan dan perkembangan mereka. MasyaALLAH. . . Laa quwwata illaa billaah.

3. Model Pembelajaran Sekolah VS Homeschooling
  • Di Homeschooling, fungsi utama orang tua adalah sebagai fasilitator
Pada umumnya, kita semua yang sekarang jadi orang tua tentu sudah merasakan, bahwa di setiap jenjang sekolah kita dulu, guru adalah orang yang mencurahkan ilmu kepada kepada siswanya. Sedangkan di homeschooling, fungsi utama orang tua bukanlah untuk mengajar, melainkan sebagai fasilitator. Anak-anak tidak diberikan instruksi satu arah, melainkan dengan lebih banyak diskusi.

Saya jadi ingat tulisan saya tentang cara sederhana untuk menumbuhkan kecerdasan anak-anak kita. Apa caranya? Diskusi. Dengan diskusi, kita akan menemukan pemikiran-pemikiran yang masih murni namun menakjubkan dari anak-anak kita. Satu contoh ketika saya berdiskusi dengan Zahro saat kami mencuci piring bersama. Zahro bertanya seperti ini:
Zahro: Mi, emangnya ini piring umurnya berapa?
Saya: Kenapa, Kak?
Z: Kok masih dimandikan?
Saat itu Saya bingung menjawabnya, karena kalau saya menjawab jujur jelas piring tersebut sudah lebih tua usianya daripada dia, karena dibeli sejak Saya dan suami baru menikah. Tetapi jika yang lebih tua daripada dia masih "dimandikan" dia pasti akan protes. Maka saya cuma berguman, “hmm. . . hmm. . .” Lantas dia menjawab sendiri,
Z: Ini masih kecil ini, Mi. Lihat kan badannya lebih kecil daripada Kakak.
S: Iya ya, Kak.
Lalu dia bertanya lagi,
Z: Trus dia sampai kapan dimandikan?
Kali ini saya menjawab pertanyaannya,
S: Dia sampai akhir hayatnya akan dimandikan terus, Kak.
Z: Sampai dipanggil ALLAH (meninggal) seperti Kakek?
S: Iya.
A: Sampai pecah! Serunya.

Ya, akhirnya Zahro membuat kesimpulannya sendiri. Bisa dilihat kan bagaimana dialog sederhana bisa menstimulasi proses berpikir anak-anak kita? Diskusi-diskusi sederhana seperti itu tentu saja memang ada syaratnya, yaitu kita sebagai orang tua harus menyediakan waktu untuk mendengarkan anak dan menghargai pendapat-pendapatnya. Dan alhamdulillaah kesempatan itu banyak kami miliki karena menjalani homeschooling ini.
  • Di Homeschooling, model pembelajarannya modular bukan tingkat/paket
Keistimewaan homeschooling lainnya yang semakin saya insyafi setelah mendengar penjelasan Mas Aar kemarin adalah tentang model pembelajarannya. Di sekolah, kita mengenal tingkat kelas atau paket pelajaran. Ketika anak tinggal kelas, maka dia harus mengulang semua pelajaran yang menjadi paket di tingkat tersebut, termasuk yang sebenarnya sudah dikuasai anak. Sedangkan di HS model pembelajarannya seperti di perguruan tinggi. Materi yang bisa dikuasai anak lebih cepat boleh dipelajari lebih cepat juga. Jadi bisa saja anak usia 10 tahun (setara kelas 4 SD) pelajaran matematikanya kelas 4, pelajaran sains-nya kelas 5, pelajaran bahasanya kelas 6. Nah,  adapun pelajaran yang kurang atau cukup lama dikuasai anak tidak akan menghambat kemajuan pelajaran yang dikuasai anak. Asyik, ya? :-)

Saya jadi teringat lagi nih. Pernah satu hari saya berkunjung ke rumah teman yang punya anak kelas 2 SD. Waktu itu saya minta ditunjukin buku-buku pelajaran sekolahnya. Si anak mengambilkan buku pelajaran sains. Dan ternyata lumayan banyak dari materi di buku tersebut yang sudah dikuasai Zahro, khususnya materi tentang tumbuhan dan hewan. Berarti Zahro udah bisa belajar sains kelas 2 SD, dong? hehehe.

4. Materi Pelajaran & Waktu Belajar
Saya cukup sering ditanyain juga nih soal yang satu ini. Pake buku apa? Materi pelajarannya ambil dari mana? Dari mana aja bisa, hehehe. Kita boleh merujuk materi pelajaran diknas, dari buku-buku yang dijual di toko, boleh juga mengunduh dari sumber-sumber di internet. Sejauh ini saya pun begitu. Beberapa tema saya merujuk pada materi-materi dari diknas. Untuk math saya suka bikin material sendiri, ada juga yang saya unduh dari internet. Untuk sains saya suka lihat-lihat ke charlotte mason dan kids national geographic. Untuk craft kami sering ikut-ikut bikin karya yang dibuat Mister Maker. Karena sekarang saya ikut program menghafal Qur'an ODOL (One Day One Line) dengan metode KQM (Kauny Quantum Memory) via Whatsapp, Zahro juga suka ikut-ikutan menghafal sambil memperagakan. Jadi, sebenarnya sekolah di rumah pun sudah sangat kaya dengan beragam sumber belajar, yang penting sebagai orang tua sekaligus fasilitator kita harus terus belajar juga.



Beberapa aktivitas homeschooling Zahro

Tentang porsi pelajaran, Mas Aar menyampaikan itu bergantung kebutuhan keluarga. Apa yang menjadi fokus HS maka tema-tema berkaitan fokus tersebut tentu boleh banyak porsinya. Berkaitan dengan waktu belajar juga demikian. Kita menitikberatkan pada apa? Pada komitmen belajar atau kepada hasil belajar? Jika kita menitikberatkan pada komitmen belajar, maka kita boleh menetapkan waktu belajar yang tetap. Misalnya dari jam sekian sampai jam sekian. Akan tetapi jika yang menjadi fokus adalah hasil belajar, maka tak masalah belajarnya mau jam berapa dan berapa lama, yang penting target pelajaran tercapai. Poin penting yang harus dimiliki oleh setiap keluarga yang memilih homeschooling adalah mengenali apa yang sebenarnya ingin dibangun/dicapai keluarga. Apa yang menurut orang tua terbaik untuk keluarga dan anak.

5. Opportunities Homeschooling
Ada banyak sekali peluang yang dimiliki oleh keluarga yang memilih untuk menjadi praktisi HS. Antara lain:
  • Fleksibilitas pendidikan
Dengan HS maka model pendidikan dapat menyesuaikan dengan value keluarga. Apa yang penting buat keluarga kita? Hafalan Qur’an? Sosialisasi? Skill? Tinggal pilih. :-)
  • Fleksibilitas dana
Jika kita memilih menjadi praktisi HS, maka semua dana pendidikan akan fokus untuk pembelajaran anak. Kita tidak perlu membayar uang sekolah, uang seragam, dll. Kata Mas Aar akan lebih mudah untuk trip/jalan-jalan juga, hehehe. Tentu saja menyesuaikan keuangan keluarga.
  • Kustomisasi
Maksudnya apa, nih? Maksudnya, HS akan memberikan peluang kepada anak untuk bisa mengembangkan minatnya masing-masing. Yang suka gambar bisa banyak menggambar. Yang suka matematika bisa banyak mengeksplorasi matematika. Yang suka sains bisa melakukan banyak percobaan. Yang suka keterampilan bisa membuat aneka ragam craft, dll.
  • Eksplorasi dunia nyata
Ini dia satu lagi yang menyenangkan dari HS. Anak punya kesempatan yang banyak untuk bisa belajar dari dunia nyata. Misalnya saat ke pasar anak bisa belajar biologi, belajar bahasa, belajar ekonomi, juga belajar matematika. Well, we've did that, too. Sejak HS, kalau saya mengajak Zahro ke pasar atau ke toko saya bukan lagi sekedar belanja doang. Saya akan meminta Zahro untuk melakukan sendiri transaksi untuk barang-barang yang dia butuhkan, misalnya susu. Dengan bertransaksi itu dia sudah melakukan sosialisasi dan praktek ekonomi, kan? Hehehe. . .  Saya juga sering memintanya untuk mengenal dan menyebutkan nama-nama benda yang dijual. Misalnya cabai. Saya tunjukkan dan terangkan bahwa cabai itu jenisnya beragam. Ada cabai merah, cabai hijau, dan cabai rawit.
  • Kedekatan Keluarga 
Ini yang penting banget. Bonding/attachment/kedekatan keluarga. Saya merasakan betul bagaimana keluarga kami menjadi lebih kompak setelah kami menjalani homeschooling, sebab otomatis intensitas kebersamaan kami sekeluarga menjadi lebih banyak daripada sebelumnya. Nah, karena itu ayah dan ibu harus seide, sejalan, seiya-sekata dalam proses homeschooling di keluarga, supaya HSnya lancar dan berhasil.

6. Risiko Homeschooling
Bagaimanapun juga, HS tentu memiliki tantangan-tantangan atau risiko. Misalnya infrastruktur yang minim atau kurang memadai. Yang lainnya adalah tekanan baik dari keluarga maupun pemerintah. Kami pun mengalaminya juga, kok. Saat kami memutuskan homeschooling, yang paling menentang adalah nenek-nenek Zahro, Ibu saya dan Ibu mertua. Ibu saya sangat mengkhawatirkan perkembangan sosial Zahro, sementara Ibu mertua mengkhawatirkan perkembangan kognitif Zahro. Tetapi alhamdulillaah seiring waktu berjalan kami bisa membuktikan bahwa dengan homeschooling tidak membuat kekhawatiran-kekhawatiran mereka terwujud, malah sebaliknya.

Saya punya cara sendiri untuk tetap melibatkan Zahro pada banyak situasi sosial. Saya selalu membawanya ke tempat-tempat saya berkegiatan. Saat saya mengisi parenting class ke sekolah-sekolah, saat saya mengajar sebagai dosen tamu di sebuah sekolah tinggi, saat saya berkumpul dengan teman-teman komunitas IIDN Jogja, saat saya pergi mengaji, maka Zahro pasti ikut serta. Akhir-akhir ini, sore hari saya juga memberinya kesempatan untuk bermain sepeda bersama dengan teman-teman sebayanya yang tinggal di dekat rumah. Sering sekali teman-temannya kemudian dia ajak ke rumah kami untuk melakukan aktivitas yang dia kerjakan saat HS, misalnya mewarnai, membaca buku, dll. 

Adapun untuk tantangan pemerintah, jujur saja sejauh ini kami belum memikirkannya. Misalnya, bagaimana ujiannya nanti? Hehehe. . . nantilah itu. InsyaALLAH kami yakin ALLAH pasti akan beri kemudahan jika kami bersungguh-sungguh dalam proses ini. Toh tahun ini Zahro baru akan berusia 6 tahun. InsyaALLAH jalan yang akan dia lalui masih sangat panjang. Kami ingin menikmati dulu prosesnya. 

7. Legalitas Homeschooling
Nah, bagaimana posisi homeschooling dalam sistem pendidikan di Indonesia?
Dalam sistem pendidikan di Indonesia ada 3 model pendidikan, yaitu:
– Formal: sekolah
– Non formal: kursus-kursus
– Informal: Homeschooling
artinya posisi HS jelas ada dalam model pendidikan di tanah air, ya.
Bagaimana dengan kelulusan? Bagaimana dengan ijazah?
Ada beberapa cara yang dijelaskan Mas Aar untuk memperoleh ijazah bagi anak HS, antara lain:
– Ikut ujian persamaan (paket A setara SD, paket B setara SMP, paket C setara SMA). 
Nah Ujian paket ini legalitasnya sama dengan Ujian Nasional. Dan ijazah paket C yang diterima legalitasnya sama dengan ijazah SMA. Jadi bisa digunakan kalau anak ingin melanjutkan ke perguruan tinggi.
– Ikut Umbrella school
Model yang ini adalah anak terdaftar di sebuah sekolah formal, tetapi proses belajar di rumah. Anak hanya ikut ujian dan kegiatan-kegiatan tertentu saja. Biasanya kita tetap membayar uang sekolah untuk model ini. Sekolah yang mau jadi umbrella school juga cari sendiri, ya. Hehehe. . .
– Ujian Cambridge. 
Yang satu ini adalah ujian internasional. It's absolutely a new information buat saya. Kata Mas Aar ujian Cambridge ini per mata pelajaran. Dalam Cambridge ini ada istilah check point yang tujuannya hanya untuk melihat capaian pelajaran anak. Sedangkan yang untuk menentukan kelulusan ada yang namanya IGCSE dan A Level. Info selengkapnya bisa dilihat di sini.

Nah, bagaimana? Complete banget kan penjelasan Mas Aar dan Mbak Lala? :-) Itu baru satu sesi, lho. Masih ada 3 sesi lainnya. Saya merasa beruntung banget bisa ikut webinar ini. Wawasan bertambah, keyakinan untuk menjalani homeschooling pun semakin kuat. Semoga resume sederhana yang saya buat ini bisa menginspirasi keluarga-keluarga lain yang berniat homeschooling tapi belum tahu seluk-beluk homeschooling, ya.

Hmm. . . saya udah nggak sabar menantikan webinar sesi #2.
Tunggu resume saya selanjutnya, ya. . . :-)


Djogdja, 08052014
~eMJe~

30 komentar:

  1. wah keren artikelnya mak..informatif banget..sy yg penasaran dgn HS jd makin tertarik..anak sy masih 2,8 thn nih..mau jg HS sih..tp ya itu bakal banyak yg nentang jg nih...hmmmm

    BalasHapus
  2. keren mbak.... aku suka. Pengen nyoba homeschooling :)

    BalasHapus
  3. Mumpung masih 2,8 tahun banyak-banyak melakukan aktivitas bersama yang menyenangkan aja Mbak Ruziana. InsyaALLAH itu juga sudah homeschooling. :-)

    BalasHapus
  4. Ayo dicoba Mbak Idha, insyaALLAH kalau udah nyoba baru terasa nikmatnya :-)

    BalasHapus
  5. Di Jogja berarti sama dg mak Siti Hairul. Mak Irul putra putrinya 5, HS semua :)

    BalasHapus
  6. Kereeeen mbak Ita... Skrg ak kerja lg. Mpe siang aja c. Jd masih cukup banyak waktu bersama anak2. Biasanya ak pake bersama mereka buat eksplorasi. Hmmm.. Makasih ya sharingnya bs nambah inspirasi neh.

    BalasHapus
  7. Iya Mak Lusiana T, saya sama Mak Irul bareng juga di IIDN Jogja :-)

    BalasHapus
  8. Kerja di mana Dek Neno? Alhamdulillah, dari siang sampai besok paginya adalah waktu yang masih amat panjang. Bisa melakukan banyak hal sama anak-anak :-)

    BalasHapus
  9. haloo zahro, lama gak ketemu nih hehe. keren mbak isi blognya alhamdulillah sangat membantu dan informatif hehe

    BalasHapus
  10. Waaa lengkap banget artikelnya. Jadi membuka wawasan orang tua. Thanks for sharing ya mbaa ^^

    BalasHapus
  11. Halo Om Randy, sekarang di mana? Alhamdulillaah... makasih udah mampir ya :-)

    BalasHapus
  12. Sama-sama ya kacamatamia :-)

    BalasHapus
  13. Semakin yakin untuk HOME SCHOOLING mengingat kejadian-kejadian di sekolah :(

    BalasHapus
  14. Waah malah enak kalau anaknya baru satu, Mak. Ngajarinnya bisa fokus. Gak ada teman berantemnya :-) Semoga sukses homeschoolingnya ya.

    BalasHapus
  15. Iya Miss Fenny, zaman sekarang berat banget melepas anak ke luar rumah tanpa kekhawatiran, ya. Kadang-kadang Zahro juga minta ditinggal aja agar bisa main sama teman-temannya pas saya ada acara sore hari, tapi saya belum berani. :-)

    BalasHapus
  16. Aaamiin. . . makasih ya Mak Leyla Hana :-)

    BalasHapus
  17. keren...inspiratif mb...sbetulnya dahulu sempat ingin meng-HS-kan anakku juga, tapi situasi dan kondisi bagi kami sangat tidak cucok...

    BalasHapus
  18. Inspiratif, mak:) Dulu sebelum punya anak, sempet saya berpikir buat HS untuk anak saya. Tapi akhirnya anak saya, saya sekolahin deh:)

    BalasHapus
  19. Thank's for sharing, mak. Saya masih belu manteb untuk HS, padahal pengin. :)

    BalasHapus
  20. Alhamdulillah, kemarin sy telat ikut #sesi1. Jdnya rada bingung pas denger mas aar n mbk lala persentasi. Ulasan mbak kayaknya completean deh.ssssst jgn bilang2 haha. Kebetulan anak sy 1 n usia 3th. Mau intip2 ilmunya sekalian nyoba HS usia dini. Sukses ya mbak. N tetap di share ya ulasannya :-)

    BalasHapus
  21. alkhamdulillah masih dijogja aja mbak, bsok saya mau silaturahmi lagi kerumah mas Sakti ya mbak hehe....

    BalasHapus
  22. Mbak...saya sebetulnya jg tertariik dg HS tp karna saya dan suami bekerja,anak saya masukkan ke tk. Dan saya kurang cocok,karna teman 2 anak saya,nakal2 suka memukul,anak yg tadinya selalu riang,jd merasa bete,nangis terus kl dibully. Ada ga mbak,HS yg pengajarnya dari org lain.?

    BalasHapus
  23. Silakan Mbak Irene Rachim :-)

    BalasHapus
  24. Makasih Mbak Intan Rustam. InsyaALLAH :-)

    BalasHapus
  25. Silakan Mas Randy. Sudah saya sampaikan Mas Sakti :-)

    BalasHapus
  26. Mbak Heroe, idealnya HS memang diajarkan oleh orang tua. Tetapi jika tidak memungkinkan orang tua mengajar langsung bisa saja mendatangkan guru atau ikut ke HS yang formal, misal HS Kak Seto.

    BalasHapus
  27. Semangat Mak Uwien Budi... semoga jadi manteb :-)

    BalasHapus
  28. Assalamu'alaikum, saya new reader blok k'... Anak² saya masih umur 3,5th dan 19bulan. Bagaimana yah k' agar saya bs menerapkan HS pd mereka nanti nya. mohon jawaban nya dan Terima kasih☺

    BalasHapus