Minggu, 22 Desember 2013

-=Ibu Tukang Jamu=-

Ibu satu ini. . . Hobinya beberes rumah. Nggak bisa dia lihat ada yang kotor dan berantakan. Pasti akan langsung dia bersih dan rapikan. Beberapa kali kesempatan momong cucu jadi pengalaman melelahkan baginya, terutama saat momong cucunya yang laki-laki. Dia bersihkan ruang depan, dapur diberantakin si cucu. Dia bereskan dapur, bantal-bantal kursi di ruang depan sudah berhamburan lagi. Satu-dua kali tetap dia usahakan untuk membereskannya lagi. Sampai akhirnya dia kelelahan dan membiarkan saja cucunya berulah. Dengan senyuman "licik" suaminya berbisik, "Akhirnya nyerah juga dia." Hahaha. . .

Ibu satu ini juga jago masak. Luar biasa cita rasa masakan yang ia olah. Suaminya suka meledeknya begini di depan anak dan mantunya, "Mama kalian ini, wajahnya jelek, badannya gendut, rambut sudah putih, gigi sudah palsu. cuma satu kelebihannya. Jago masak. Kalau saja dia nggak jago masak, udah Abah tinggalkan dia." Dan mereka berdua akan berakhir dengan adegan cubit-cubitan. Hahaha. . .

Ibu satu ini, memilih menjadi guru agama daripada pedagang (sebagaimana sebagian besar saudara-saudaranya yang lain) karena dia ingin mendidik anak-anaknya dengan aqidah yang benar dan memiliki waktu yang berkualitas dengan anak-anaknya (yang menurutnya tidak dia dapatkan saat kecil karena orang tuanya sibuk berdagang di pasar).

Ibu satu ini, meski belum sekualitas Bunda Khadijah binti Khuwailid r.a., tetapi subhanallaah baktinya kepada suaminya. Rumit bagiku mengingat yang lalu-lalu, tetapi bakti yang ia lakukan kepada suaminya (yang Ramadhan lalu dijemput malaikatnya ALLAH) sangat jelas menunjukkan keikhlasan cintanya. Tak perlu kusebutkan semua, tapi ada satu hal yang sempat membuatnya amat sangat risau. Beberapa bulan sebelum meninggal sang suami membeli kaligrafi dari seorang penjual kaligrafi keliling. Saat itu belum lunas sang suami membayarnya. Dan sang penjual tak kunjung datang sampai sekitar dua bulan setelah sang suami meninggal. Semua amanah, tanggungan, dan hajat sang suami (yang diketahui) Ibu ini sudah ia tunaikan. Tinggal urusan kaligrafi itu saja yang masih belum selesai.

Sampai di suatu sore tak kuasa dia menahan tangis, "Abah, masih ada tanggunganmu yang belum kuselesaikan." Begitu bisiknya dalam tangisnya. Dia takut itu akan memperberat hisab suaminya. Dalam sholat dia meminta kepada ALLAH agar mendatangkan penjual kaligrafi itu. Karena dia tidak tahu bagaimana cara menghubunginya, sebab tidak mengetahui kontaknya. Katanya kepada ALLAH, jika penjual kaligrafi itu tidak datang-datang, maka dia akan bersedekah sejumlah kekurangan pembayaran kaligrafi tersebut. Terserah ALLAH nanti mau menilainya bagaimana.

Subhanallaah. . . sungguh ALLAH sayang pada hamba-NYA. Tak lama dari itu ALLAH menjawab kerisauannya. Datang seorang laki-laki mengucap salam dari balik pagar. Dapat ditebak, beliau adalah pedagang kaligrafi tersebut. Ternyata dia pulang ke Semarang selama beberapa waktu, membantu orang tuanya bertani. Si Ibu sempat menegurnya kenapa tidak datang mengambil sisa pembayaran kaligrafi. Sang penjual kaligrafi menjawab, "Karena saya percaya pada Bapak, Bu."

Terbayang, kan betapa lega hati Si Ibu? Ya, Dia sungguh-sungguh lega. Bahagia tak terkira.

Ibu ini beberapa waktu lalu cerita kalau sekarang dia jualan jamu. Hahaha. . . kesannya kurang kerjaan, ya? Tapi tidak. Dia hanya berusaha mencari celah-celah kebaikan dalam kekosongan yang ditinggalkan pasangan hidupnya. Waktu-waktu yang biasanya mereka habiskan berdua saja; pagi hari saat sarapan, sore hari saat mengobrol di teras rumah sambil menikmati teh panas dan goreng pisang, tengah malam saat tahajjud bersama, sudah tidak bisa lagi dia nikmati.

Si Ibu yang mendadak jadi tukang jamu ini promosi, jamunya enak dan sehat, dibuat dari enam belas macam jamu-jamuan, diolah secara tradisional dan higienis. Dari penjualan jamunya dia bisa menghasilkan sekitar 300 ribu. Uang itu dengan tambahan dari zakat penghasilannya kemudian dia belikan bahan pokok dan setiap bulan dia hantarkan ke beberapa pondok tahfidz dan panti asuhan, ditemani anak bungsunya Farhan Zamzamy dan anak mantunya Winda Siregar . Kemarin Ibu ini bilang, momen-momen ke pondok tahfidz dan panti asuhan sekarang jadi momen yang selalu dia rindukan.

Sungguh. . .
Dia. . .
adalah salah satu wanita akhir zaman yang menginspirasiku.
Dia. . .
Ibuku.

#Terima kasih untuk semuanya Mom. I can't describe it. . . Cuma bisa bilang "Semoga Bunda disayang ALLAH." We Love U. T.T  *Hug*





Tidak ada komentar:

Posting Komentar